JAKARTA, AMUNISINEWS.COM– Kapolri Jenderal Tito Karnavian mencium adanya agenda makar dalam rencana demonstrasi lanjutan yang digelar pada 2 Desember 2016 mendatang. Tito juga melarang aksi 2 Desember itu agar ketertiban umum tidak terganggu.
Hal teribut dikatakan Kapolri menyikapi Demo bela islam tanggal 2 Desember. Menurutnya ada sejumlah elemen melakukan penyebaran pers rilis. Akan ada kegiatan yang disebut Bela Islam Ketiga. Itu dalam bentuk gelar sajadah, Salat Jumat di Jalan MH Thamrin, Jalan Jenderal Sudirman, dan serta Bundaran HI. Kita sampaikan di sini bahwa kegiatan tersebut diatur pada Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998, penyampaian pendapat di muka umum merupakan hak kontitusi dari warga. Namun tidak bersifat absolut.
Menurut Kapolri, ada batasan dalam Undang-undang itu yang tidak boleh. Di antaranya boleh menggannggu hak asasi orang lain, termasuk memakai jalan. “Kalau jalan protokol itu tidak boleh dihalangi,” tegas Kapolri. “Kalau dilaksanakan akan kita bubarkan. Kalau tidak mau dibubarkan kita akan lakukan tindakan, ada ancaman hukuman dari Pasal 221, 212 KUHP sampai 218 KUHP. Yaitu melawan petugas. Kalau melawan satu orang 212 KUHP, melawan lebih dari tiga orang 213 KUHP, melawan sampai ada korban luka dari petugas 214 KUHP ancamannya berat, itu diatas lima tahun, tujuh tahun kalau ada korban luka dari petugas,” tambah Kapolri.
Menghlangi Unjuk Rasa
Menanggapi hal itu, Sekjen Advokat Cinta Tanah Air (Acta), Jamal Yamani, SH mengatakan Kapolri juga harus tahu bahwa ada Undang- Undang yang mengatur, di mana menyatakan perbuatan menghalang- halangi unjuk rasa merupakan perbuatan pidana berdasarkan pada Pasal 18 Undang2 Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
“Saya sampaikan ini untuk menanggapi pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang akan menindak siapapun yang tetap memaksakan kehendak melakukan aksi 2 Desember 2016 lewat gerakan Aksi Bela Islam III,” tegas Jamal Yamani.
Menurut jamal Yamani, dia hanya mengingatkan perbuatan menghalang-halangi unjuk rasa itu perbuatan Pidana (Pasal 18 UU No 9/98). Pasal 10 (4) UU No 9/1998, tidak perlu pemberitahuan apalagi ijin untuk kegiatan Keagamaan.
“Jadi tidak usah dilarang-larang atau ditakuti. Kapolri harus tahu adalah Pasal 18 dalam UU No. 9 Tahun 1998, yaitu ancaman Pidana 1 Tahun bila menghalangi hak warga negara menyampaikan pendapat. Kalo ada yg bilang demo perlu Izin Polri sesuai Pasal 510 KUHP, suruh baca Pasal 10 UU No. 9/1998,” tandas Jamal.
“Kemudian bagaimana dengan tudingan makar?” tanya Jamal yang dijawabnya sendiri bahwa pengertian perbuatan makar itu harus dibuktikan dengan “perbuatan permulaan”, apa betul mereka yang hadir di sana dalam Aksi Damai membawa senjata parang, golok dan sejenisnya layak nya orang berkelahi?, “Tudingan itu sungguh sangat aneh!” katanya sambil menegaskan bahwa tugas Polri bukan hanya mengamankan Presiden tapi lebih di tengah- tengah untuk stabilitas. (dra)